PONTIANAK – Pemerintah Kota Pontianak kembali memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalimantan Barat. Capaian ini menambah daftar panjang predikat WTP yang diraih Pemkot selama beberapa tahun terakhir.
Meski demikian, sejumlah pihak menilai bahwa WTP tidak dapat dijadikan indikator tunggal keberhasilan tata kelola pemerintahan. Salah satunya datang dari Dr. Herman Hofi Munawar, pengamat kebijakan publik. Ia menyatakan bahwa opini WTP pada dasarnya hanya menunjukkan kesesuaian laporan keuangan terhadap standar akuntansi, bukan pada seberapa besar manfaat anggaran dirasakan langsung oleh masyarakat.
“WTP itu penghargaan administratif, bukan capaian substantif. Ia hanya menunjukkan bahwa laporan keuangan disusun sesuai aturan, bukan bahwa anggaran digunakan secara efektif untuk menjawab kebutuhan rakyat,” ujar Herman kepada media ini, kamis (29/5).
Menurutnya, tidak sedikit pemerintah daerah yang tetap mendapat WTP meskipun dalam praktiknya anggaran habis untuk hal-hal yang tidak prioritas, seperti belanja operasional birokrasi, perjalanan dinas, pembangunan infrastruktur non-esensial, atau kegiatan seremonial yang tidak menyentuh hajat hidup masyarakat.
Selama dokumen penyusunan dan pertanggungjawaban keuangan dianggap rapi dan tidak mengandung pelanggaran hukum, maka opini WTP tetap dapat diberikan oleh BPK. Hal inilah yang menurut Herman sering kali disalahartikan sebagai tolok ukur kesuksesan.
“Logika ini berbahaya. Karena kemudian keberhasilan pemerintahan direduksi hanya sebatas kerapian laporan keuangan, bukan pada efektivitas dan keberpihakan anggaran terhadap masyarakat miskin, pendidikan, kesehatan, atau pengangguran,” tambahnya.
Herman menyebutkan bahwa dalam praktiknya, WTP kerap dijadikan alat legitimasi politik oleh kepala daerah untuk membentuk citra positif di tengah publik. Capaian itu kemudian dikapitalisasi melalui publikasi masif, meskipun masih banyak persoalan fundamental di masyarakat yang tak kunjung terselesaikan.
“WTP bukan hal yang salah, tapi tidak semestinya dibanggakan secara berlebihan seolah-olah sudah menandakan keberhasilan menyeluruh,” tegasnya.
Lebih jauh, ia menilai bahwa masyarakat sejatinya tidak membutuhkan laporan keuangan yang rapi, tetapi pelayanan publik yang nyata. Ketersediaan air bersih, harga pangan yang terjangkau, akses pendidikan yang inklusif, serta layanan kesehatan yang merata jauh lebih dibutuhkan daripada sekadar opini keuangan dari auditor negara.
“WTP itu penting, tapi seharusnya dipandang sebagai syarat minimum dalam tata kelola. Yang lebih penting adalah bagaimana anggaran benar-benar digunakan untuk menciptakan keadilan sosial dan kesejahteraan,” pungkasnya.
Opini WTP yang diraih Pemkot Pontianak tahun ini tercatat menjadi yang kesembilan kalinya secara berturut-turut. Namun dalam laporan kinerja Pemkot selama setahun terakhir, masih ditemukan keluhan publik terkait distribusi bantuan sosial, sanitasi lingkungan, dan kesenjangan layanan kesehatan antarkelurahan.
Sebagian warga juga menyoroti minimnya ruang partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan anggaran, yang membuat penganggaran lebih teknokratis ketimbang responsif terhadap kebutuhan riil warga.
Sumber : Dr.Herman Hofi Law (Pengamat kebijakan publik) Red/Am



.png)
Posting Komentar untuk " WTP Bukan Ukuran Keberhasilan Pemerintahan, Hanya Pengakuan Administratif,Pengamat: Pemerintah Sibuk Urus Kertas, Bukan Rakyat!"