Palembang _ Kasus dugaan Korupsi di Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang kini memasuki babak baru. Proses hukum atas penetapan Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto, sebagai tersangka masih dalam proses. Dan perlu diketahui, dimana pada Selasa 30 September nanti akan dilakukan Sidang perdana terhadap Fitri dan Dedi di Pengadilan Negeri Palembang.
Perkara Dugaan korupsi di PMI Kota Palembang ini juga sangat menarik perhatian dan ternyata mendapatkan respon dari berbagai kalangan masyarakat. Salah satu respon datang dari Tokoh pemuda yang sekaligus seorang aktivis di Palembang bernama Iqbal Tawakal.
Iqbal Tawakal kepada wartawan mengatakan bahwa penetapan tersangka kepada Fitrianti Agustinda dan Dedi Siprianto, S.Kom dalam kasus dugaan Korupsi PMI Kota Palembang diduga tidak tepat dan terindikasi sarat kepentingan. Pasalnya, menurut Iqbal Tawakal ada beberapa kejanggalan yang menyelimuti kasus tersebut Kamis, (25/09/25).
Seperti, pertama tidak dijelaskannya berapa besaran nominal kerugian Negara oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Palembang saat ditetapkan dan penahanan keduanya, Lalu kedua kasus PMI Kota Palembang ini bukan dana Hibah, tetapi dana Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) yang diperoleh sendiri dan dikelola secara swakelola oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Kota Palembang seperti yang telah beredar luas di berbagai media, ujar Iqbal Tawakal.
"Kemudian adanya Tiga Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Palembang (Sprindik), yaitu;
1.No. PRINT-11/L.6.10/Fd.2/08 tanggal 15 Agustus 2024
2.No. PRINT-11.a/L.6.10/Fd.2/02/2025 tanggal 17 Februari 2025.
3.No.PRINT-5/L.6.10/Fd.2/04/2025 tanggal 8 April 2025.
Yang notabenenya tidak boleh diterbitkan berkali-kali untuk kasus yang sama," imbuhnya.
Iqbal Tawakal juga menjelaskan bahwa berdasarkan informasi yang dirinya dapatkan diketahui Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Korupsi pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah di PMI Kota Palembang. Yang mana menurut Iqbal Tawakal jika hal tersebut tidak tepat sebab Biaya Pengganti Pengolahan Darah atau BPPD adalah biaya yang dibayarkan oleh masyarakat kepada PMI sebagai kompensasi pengolahan darah, bukan membeli darah.
"PMI kan organisasi sosial kemanusiaan yang berbadan hukum sendiri dan bukan lembaga Negara. Dan untuk Biaya Pengganti Pengolahan Darah atau BPPD itu digunakan sebagai secara swakelola serta tidak otomatis termasuk dalam keuangan Negara," jelas Iqbal Tawakal.
Kasus Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor yang didakwakan bukan dana hibah, tetapi dana Biaya Pengganti Pengolahan Darah (BPPD) yang dikelola UPT UTD PMI Kota Palembang. Disinilah Profesionalitas Kejari Kota Palembang dipertanyakan, ungkap Iqbal Tawakal.
"Dalam aturannya, PMI dapat membentuk Unit Pelaksana Teknis atau UPT sebagai unit yang mandiri yang terdiri atas Unit Transfusi Darah (UTD) untuk memberikan pelayanan Prima serta memberikan kontribusi kepada PMI itu sendiri. Dan semua itu telah diatur dalam AD/ART PMI. Dari unit inilah pengelolaan BPPD secara swakelola dilaksanakan, semuanya tanpa menggunakan anggaran dari Pemerintah atau dana hibah," ujarnya.
Masih menurut Iqbal Tawakal, dalam pelaksanaan tugasnya, PMI Kota Palembang menggunakan gedung yang merupakan hibah dari pemerintah Kota Palembang berdasarkan Surat Keputusan Walikota Nomor : 122/KPTS/BPKAD/2016, 2 Maret 2016.
Selain itu Iqbal Tawakal juga menuturkan jika
penetapan tersangka Dedi - Fitri dalam kasus PMI Palembang diduga tidak tepat dan sarat kepentingan.
"Menurut saya jika Dedi - Fitri dijadikan sebagai tersangka oleh Kejari Palembang melalui kasus
Biaya Pengganti Pengolahan Darah atau BPPD sangatlah tidak tepat karena BPPD itu tidak menggunakan anggaran dari negara melainkan swakelola," tambahnya.
Melihat kejanggalan inilah kami menduga adanya indikasi atau sarat kepentingan sebab pada waktu itu, awal bergulirnya kasus ini adalah saat Fitrianti Agustinda mencalonkan diri menjadi Walikota dalam Pilkada Kota Palembang. Kasus ini diduga dihembuskan oleh oknum-oknum yang berkepentingan untuk mempengaruhi opini publik. Atau dengan kata lain menghancurkan elektabilitas, kepercayaan masyarakat terhadap Fitrianti Agustinda dalam pemilihan Walikota Palembang, ungkap Iqbal Tawakal.
"Ini kasus yang unik, pertama, berdasarkan informasi dan analisis kami terhadap kasus yang menimpa Dedi - Fitri ini adalah dilakukan oleh oknum-oknum yang terlatih, sangat profesional dalam memainkan opini publik untuk menjatuhkan pamor Fitrianti Agustinda dalam pencalonannya sebagai Walikota Palembang," tuturnya.
Itulah namanya opini, benar tidaknya Dedi - Fitri melakukan korupsi di PMI Palembang itu urusan nanti dalam persidangan. Yang jelas harus dimainkan dulu opininya sebagai senjata menjatuhkan lawan, tambah Iqbal Tawakal.
Selain itu Iqbal Tawakal juga menjelaskan setelah Fitrianti Agustinda kalah dalam Pilkada itu berarti opini publik terhadap kasus PMI Palembang yang dimainkan ternyata berhasil dengan sukses. Lalu opini yang kedua dimainkan lagi untuk menjatuhkan atau mengambil alih kursi Ketua Partai Nasdem Kota Palembang yang saat itu masih Fitrianti Agustinda.
Bukan itu saja, opini publik telah berkembang juga menyeret Dedi Siprianto, S.Kom yang tak lain suami dari Fitrianti Agustinda. Dedi Siprianto digantikan atau dilengserkan dari jabatannya sebagai Anggota dan Ketua Komisi I DPRD Kota Palembang dalam kasus PMI, ungkap Iqbal Tawakal.
"Lewat kasus PMI, opini publik telah mempengaruhi cara berpikir masyarakat terhadap Fitrianti Agustinda dan Dedi Siprianto, dan itu telah berdampak dengan hilangnya jabatan mereka dalam kepartaian. Lalu, walau kasus tersebut belum diketahui kebenarannya karena belum dipersidangkan tetapi hal itu telah membuat tamat karir politik mereka berdua," ujarnya.
Saya yang juga selaku Ketua Forum Pemuda Garuda Sumsel atau pegiat anti Korupsi di Palembang menilai dan menduga kasus yang ditangani Kejari Palembang dalam menjerat Dedi - Fitri di PMI ini tidaklah tepat dan sarat kepentingan. Karena terdapat kejanggalan-kejanggalan, kata Iqbal Tawakal.
"Dalam waktu dekat, apa yang sudah saya sampaikan di berita akan saya sampaikan juga secara langsung ke Kejari Palembang lewat aksi demo untuk mempertanyakan perkembangan dan kebenaran kasus PMI ini. Dan jika kami temukan adanya dugaan Abuse Of Power atau penyalahgunaan wewenang dan jabatan di Kejari maka hal ini akan kami bawa ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia di Jakarta untuk dilakukan Monitoring Evaluasi (Monev) terhadap pejabat Kejari Palembang," tutup Iqbal Tawakal.
(Cha)


.png)
Posting Komentar untuk "Iqbal Tawakal : Penetapan Tersangka Dedi - Fitri Dalam Kasus PMI Palembang Diduga Tidak Tepat Dan Sarat Kepentingan "