PH.Indometro Tebingtinggi,Ferdinan Frinandes Simanjuntak:"Rakyat Jelata vs Aparat Kepolisian,Tumbalnya DPR"

NKRI,Jejak Kriminal.Net-Kondisi kemarahan rakyat jelata sepertinya sudah mendekati puncaknya,semuanya terjadi bermula dari tingkah pongah para pengemis suara,wakil partai politik yang mengaku sebagai wakil rakyat.Minggu(31/8/2025).
Di negeri konoha ini,suara rakyat jelata tidak punya arti apa-apa,hanya menjadi gema di ruang-ruang kosong,sementara keputusan-keputusan besar lahir dari balik pintu tertutup di sebuah gedung mewah.

Ketika rakyat jelata berteriak menuntut haknya di jalanan,aparat kepolisian melakukan penghadangan berdiri tegak berbaris di hadapan rakyat jelata yang berteriak,tanpa pernah disadari oleh aparat kepolisian,bahwa "rakyat jelata yang dibenturkan dengan aparat kepolisian sesungguhnya keduanya adalah tumbal dari para pengemis suara,wakil partai politik yang mengaku sebagai wakil rakyat".

Ketika terjadi bentrok fisik berdarah antara aparat kepolisian dengan rakyat jelata,DPR yang seakan-akan berada di menara gading,mengintip dari balik jendela tersenyum manis dan berguman "pion-pion sudah mulai perang" DPR tidak akan pernah mau turun dari atas menara gading,menemui rakyat jelata yang berteriak guna menampung aspirasinya,turut serta bersama-sama dengan rakyat jelata merasakan panasnya jalanan,kemudian melarang aparat kepolisian untuk bertindak represif.

Diruang lain dalam sebuah gedung yang mewah para komandan,memonitor kondisi lewat televisi dan memberi perintah komando "buru dan tangkap rakyat jelata yang anarkis" tanpa pernah mengevaluasi akar masalah penyebab marahnya rakyat jelata adalah sikap pongah dan arogan dari para pengemis suara wakil partai politik yang mengaku sebagai wakil rakyat.

Sebagai sikap yang bijaksana seharusnya para aparat kepolisian ini tidak menghalu dan menghadangi rakyat jelata yang datang ke gedung DPR,sebab tidak ada alasan bagi aparat kepolisian untuk melarangnya,karena gedung DPR itu sejatinya miliknya rakyat jelata,yang dipinjamkan pakaikan untuk sementara waktu kepada para pengemis suara wakil partai politik yang mengaku sebagai wakil rakyat.

Setiap kali ada kebijakan kontroversial,entah itu undang-undang yang merugikan atau aturan yang mengikat rakyat dibuat tanpa kompromi dengan rakyat,wajar saja kemudian rakyat jelata menolaknya,kemudian menemui para pembuat aturan dan kebijakan tersebut ke gedung DPR.Tetapi yang terjadi selalu sama "Aparat kepolisian dikerahkan untuk melakukan penghadangan kepada rakyat jelata".

Dua pihak yang seharusnya saling melindungi,justru dipaksa berhadap-hadapan.Aparat kepolisian menjadi tameng,rakyat jelata menjadi korban,sedangkan DPR tetap duduk nyaman,memandang konflik rakyat jelata dengan aparat kepolisian sebagai tontonan gratis yang menarik bagi mereka.

Ironinya,Para pengemis suara,wakil partai politik yang mengklaim sebagai wakil rakyat ini,sikap dan langkahnya justru menjauhkan diri dari aspirasi rakyat jelata.Mereka yang digaji dari keringat rakyat jelata,tetapi lebih sibuk mengamankan kepentingan politik ketimbang mendengar suara yang memercik di jalanan.

Saat konflik antara rakyat jelata dengan aparat kepolisian pecah,mereka ''para pengemis suara'' wakil partai politik yang mengklaim sebagai wakil rakyat ini tidak pernah turun tangan.Tidak ada yang berdiri di garis depan,menenangkan situasi atau sekedar meminta maaf atas kebijakan yang melahirkan gejolak.

Kenyataannya,rakyat jelata bukanlah musuh aparat kepolisian,demikian sebaliknya aparat kepolisian bukan musuh rakyat jelata.Musuh rakyat jelata dan aparat kepolisian yang sesungguhnya adalah kebijakan yang lahir tanpa keberpihakan,yang dibuat dan lahir dari sebuah gedung parlemen.

Tetapi mengapa justru rakyat jelata dengan aparat kepolisian yang dipaksa bertumbal setiap kali kegaduhan terjadi?,Siapa yang menciptakan aturan?,Siapa yang menikmati hasilnya?,Siapa yang bersembunyi ketika situasi memanas?.

Jawabannya sama,"Mereka para pengemis suara rakyat jelata yang sudah berganti sebutan sebagai DPR".

Sudah saatnya rakyat jelata bertanya:"Sampai kapan pola seperti ini dibiarkan terus berlangsung.Sampai kapan rakyat jelata dan aparat kepolisian menjadi korban,sementara para pengambil keputusan(pengemis suara,red)bersembunyi di balik legitimasi demokrasi yang mereka kotori sendiri".

Demokrasi sejati menuntut keberanian,bukan berani hanya ketika mengetuk palu di ruang sidang,tetapi juga harus berani mempertanggungjawabkan dampak dan akibat palu yang diketukkan itu.

Selama DPR terus bermain aman dan membiarkan rakyat jelata dan aparat kepolisian menjadi tumbal,saling berhadapan dan bentrok,maka mereka bukan wakil rakyat,melainkan pengkhianat rakyat dan demokrasi,wajar saja ketika seluruh rakyat jelata kemudian menyatukan suara..
"bubarkan DPR".

Posting Komentar untuk "PH.Indometro Tebingtinggi,Ferdinan Frinandes Simanjuntak:"Rakyat Jelata vs Aparat Kepolisian,Tumbalnya DPR""

Ads :