Bengkayang, Kalimantan Barat — Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Dusun Puaje, Desa Mekar Baru, Kecamatan Monterado, Kabupaten Bengkayang, kian meresahkan masyarakat. Warga mendesak Kapolres Bengkayang, Polsek Monterado, hingga Kapolda Kalimantan Barat untuk bertindak tegas dan tidak tebang pilih terhadap pihak-pihak yang diduga menjadi pemodal dan pengendali utama kegiatan ilegal tersebut.(17 Desember 2025).
Berdasarkan informasi dan laporan warga, aktivitas PETI di wilayah tersebut diduga telah berlangsung lama, bersifat terstruktur, masif, dan terbuka, bahkan dinilai semakin tidak terkendali. Sejumlah warga menyebut seorang pria berinisial Cecep, warga Dusun Puaje, diduga sebagai pihak yang menguasai dan mengendalikan aktivitas PETI di lokasi tersebut. Di belakangnya, warga juga menyebut adanya dugaan keterlibatan pemodal lain berinisial H. Koim/Lina, warga Kelurahan Condong, Kecamatan Singkawang Tengah, Kota Singkawang.
Kasus ini mencuat setelah adanya laporan resmi warga bernama Simon ke Polres Bengkayang terkait dugaan penyerobotan lahan. Menindaklanjuti laporan tersebut, awak media melakukan penelusuran ke lapangan dan menemukan adanya aktivitas PETI yang masih berjalan.
Hasil pantauan di lokasi menunjukkan adanya penggalian besar-besaran, lubang-lubang tambang terbuka, perubahan warna dan aliran air menjadi keruh, serta jejak penggunaan mesin dompeng, yang mengindikasikan kegiatan pertambangan ilegal masih aktif hingga pertengahan Desember 2025.
Sejumlah warga yang enggan disebutkan identitasnya menyampaikan bahwa aktivitas PETI tersebut telah menimbulkan konflik sosial, termasuk sengketa kepemilikan lahan di antara warga yang masih memiliki hubungan keluarga. Bahkan, pada 15 Desember 2025, diketahui masih berlangsung mediasi di Kantor Desa Mekar Baru, namun belum menghasilkan kesepakatan.
“Ini semua bermula dari aktivitas PETI. Dalangnya disebut-sebut Cecep. Akibatnya, masalah keluarga jadi berkepanjangan,” ujar seorang warga Dusun Puaje.
Warga mempertanyakan penegakan hukum atas aktivitas PETI yang berlangsung secara terang-terangan tersebut. Mereka menilai tidak adanya tindakan tegas justru memunculkan dugaan adanya pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum tertentu, meski hal ini masih perlu dibuktikan melalui proses hukum.
Masyarakat Kampung Puaje secara tegas mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera melakukan penindakan menyeluruh, mengusut tuntas dugaan pemodal, serta memastikan proses hukum berjalan transparan dan tanpa diskriminasi.
Selain konflik sosial, aktivitas PETI juga dinilai menimbulkan kerusakan lingkungan serius, mulai dari degradasi tanah, pencemaran air, hingga ancaman keselamatan bagi warga sekitar. Warga khawatir jika aktivitas ini terus dibiarkan, dampaknya akan meluas hingga mengancam pemukiman dan sumber air bersih masyarakat.
Dasar Hukum dan Pasal yang Diduga Dilanggar
Aktivitas PETI di Dusun Puaje diduga kuat melanggar sejumlah ketentuan hukum, antara lain:
1. Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyatakan:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
2. Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020, yang mengatur bahwa pihak yang menampung, mengolah, memanfaatkan, atau mengendalikan hasil tambang dari kegiatan ilegal juga dapat dipidana.
3. Pasal 98 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terkait perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan, dengan ancaman pidana penjara dan denda berat.
4. Pasal 99 UU Nomor 32 Tahun 2009, apabila perbuatan dilakukan karena kelalaian namun tetap menimbulkan kerusakan lingkungan.
5. Pasal 109 UU Nomor 32 Tahun 2009, yang mengatur pidana bagi usaha atau kegiatan yang dijalankan tanpa izin lingkungan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, yang menegaskan kewajiban perlindungan dan pemulihan lingkungan hidup atas aktivitas yang menimbulkan dampak ekologis.
Masyarakat Kampung Puaje mendesak agar:
APH segera menghentikan seluruh aktivitas PETI di Kecamatan Monterado.
Polda Kalbar turun langsung melakukan penyelidikan mendalam, termasuk menelusuri dugaan pemodal dan aliran dana.
Pemerintah daerah bersama APH melakukan rehabilitasi dan pemulihan lingkungan.
Penegakan hukum dilakukan tanpa tebang pilih dan dapat dipertanggungjawabkan secara publik.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kepolisian maupun pemerintah daerah setempat belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan maraknya aktivitas PETI di Dusun Puaje. Redaksi membuka ruang klarifikasi dan hak jawab bagi seluruh pihak yang disebutkan dalam pemberitaan ini, sesuai dengan prinsip keberimbangan dan Kode Etik Jurnalistik.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum tidak bungkam dan segera bertindak demi tegaknya supremasi hukum, perlindungan lingkungan, serta keselamatan warga Bengkayang.
Tim - Liputan/DM Timred*
(Red/Tim)



.png)
Posting Komentar untuk "Masyarakat Desak Kapolres dan Kapolda Tindak Tegas Dugaan Pemodal PETI di Dusun Puaje, Bengkayang!"