CSR PT Borneo Prima Diduga Hanya Formalitas Dana Menguap, Warga Kalasin Menuntut Transparansi




Murung Raya, jejakkriminal.net-

Sorotan publik kembali tertuju pada PT. Borneo Prima, perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Kecamatan Uut Murung, Kabupaten Murung Raya. Warga lingkar tambang—khususnya Desa Kalasin—mempertanyakan kemana sebenarnya aliran dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan yang sejak awal 2000-an wajib mereka nikmati.


“Kami sudah berkali-kali meminta transparansi kepada PT. Borneo Prima, tapi sampai hari ini belum ada laporan resmi yang sampai ke meja BPD,” tegas Ketua BPD Desa Kalasin, Imo , saat ditemui redaksi JejakKriminal.net. “Masyarakat kami butuh bukti nyata, bukan sekadar janji di atas kertas.”

Program Seremonial Tanpa Dampak Nyata

Sejumlah kegiatan CSR memang sesekali terlihat—mulai dari penyerahan sembako hingga pemasangan spanduk bertema “Peduli Pendidikan”. Namun, warga menilai kegiatan itu lebih menyerupai seremoni menjelang inspeksi atau perpanjangan izin. Infrastruktur dasar seperti jalan desa, air bersih, dan klinik kesehatan masih dibiarkan apa adanya.

Landasan Hukum yang Diabaikan

Padahal Undang-Undang No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, juncto PP No. 47/2012, mewajibkan perusahaan sumber daya alam melaksanakan dan memublikasikan laporan CSR secara terbuka. Kewajiban ini diperkuat Peraturan Menteri ESDM No. 1827 K/30/MEM/2018 yang menekankan pelibatan masyarakat dalam perencanaan program pengembangan dan pemberdayaan.

Hingga tulisan ini diterbitkan, JejakKriminal.net tidak menemukan satu pun dokumen publik resmi PT. Borneo Prima terkait besaran dana CSR, peruntukan, maupun audit pihak independen.

Tuntutan Audit Terbuka


Ketua BPD Kalasin menambahkan, pihaknya bersama lembaga adat setempat tengah menyiapkan surat resmi ke Dinas ESDM dan Dinas Lingkungan Hidup Murung Raya untuk meminta audit menyeluruh.


> “Kalau audit independen menemukan indikasi penyimpangan, kami akan dorong langkah hukum—baik pidana korporasi maupun gugatan perdata untuk perbaikan kerugian sosial,” ujar Imo Ketua BPD.

Pengurus Pemangku Adat Kecamatan Uut Murung Kabupaten Murung Raya juga bersuara. menilai ketertutupan perusahaan sebagai cermin buruknya komitmen keberlanjutan.

Menakar Kerugian Sosial

Desa Kalasin memiliki populasi ± 400 jiwa yang mayoritas bergantung pada pertanian ladang dan hasil hutan. Penurunan kualitas sungai pascapenambangan, serta tekanan ekonomi akibat lahan terganggu diperkirakan menimbulkan kerugian sosial-ekonomi puluhan miliar rupiah dalam dua dekade terakhir. Jika dana CSR perusahaan disalurkan konsisten—misalnya dua persen dari laba bersih tahunan—potensi manfaat bagi pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur desa seharusnya signifikan.

Desakan Masyarakat


Masyarakat mendesak:

1. Audit forensik dana CSR oleh BPKP atau auditor independen.

2. Keterlibatan BPD dan lembaga adat dalam perencanaan program CSR berikutnya.

3. Publikasi rutin laporan CSR di situs resmi PT. Borneo Prima dan papan pengumuman desa.

4. Sanksi administrasi—bahkan pencabutan izin—jika perusahaan terbukti lalai.

CSR bukan sekadar sedekah, melainkan kewajiban hukum dan moral. Tanpa transparansi, dana CSR bertransformasi menjadi asap hitam: tercatat di neraca perusahaan, tetapi hilang dalam kabut kerugian masyarakat.

> “Bila PT. Borneo Prima tetap mengabaikan temuan kami, kami siap menempuh jalur hukum dan adat,” tutup Imo Ketua BPD dengan nada tegas.

JejakKriminal.net akan terus memantau dan mengabarkan perkembangan audit serta langkah hukum berikutnya.



Posting Komentar untuk "CSR PT Borneo Prima Diduga Hanya Formalitas Dana Menguap, Warga Kalasin Menuntut Transparansi"

Ads :