Pontianak – Malam 29 Agustus 2025 bukan sekadar malam biasa. Ia adalah cermin yang memantulkan jurang antara rakyat dan penguasa. Di luar Ayani Mega Mall, rakyat berteriak, menjerit, sampai membakar pos polisi—tanda bahwa kesabaran sudah tamat. Asap mengepul, gas air mata menyesakkan dada, dan kepercayaan terhadap negara terbakar habis jadi abu.
Namun, hanya berjarak beberapa langkah, di dalam ruang ber-AC bioskop XXI, para pejabat Pemprov Kalbar asyik tertawa, bertepuk tangan, meluncurkan jingle Gema Emas 2045, dan menonton film “Langkah Kedua.” Kursi empuk jadi singgasana, layar lebar jadi pelarian. Sementara di luar, rakyat meregang napas di jalanan.
Api di Jalan, Senyum di Bioskop
Pembakaran pos polisi di sudut Ayani Mega Mall bukan sekadar aksi brutal. Itu adalah tanda. Tanda bahwa legitimasi negara sudah koyak. Tanda bahwa rakyat sudah muak diperlakukan sebagai penonton, bukan pelaku dalam sejarah bangsanya sendiri.
Ironinya, tanda itu hadir persis di hadapan pejabat yang sedang berpesta. Mereka tidak peduli. Bagi mereka, api di luar hanyalah “gangguan kecil,” bukan jerit rakyat yang harus ditanggapi. Inilah tragedi Kalbar hari ini: senyum pejabat di dalam bioskop, beradu dengan tangis rakyat di luar mall.
Elit yang Bersembunyi di Balik Layar
Publik bertanya-tanya: di mana gubernur, di mana wakil rakyat, di mana wajah-wajah yang setiap hari bicara soal “pembangunan berkelanjutan”? Malam itu, jawabannya jelas: mereka bersembunyi di balik layar film, bukan hadir di jalan menemui rakyat.
Lebih pahit lagi, banyak di antara mereka masih terseret kasus dugaan korupsi, dipanggil KPK, diperiksa aparat penegak hukum. Tapi anehnya, senyum mereka justru paling lebar ketika duduk di kursi empuk, seakan lupa bahwa di luar sana nama mereka dicerca rakyat.
Malam yang Akan Diingat Rakyat
29 Agustus 2025 akan diingat bukan sebagai malam hiburan, tapi sebagai malam pengkhianatan moral. Saat rakyat dipukul gas air mata, elit malah tepuk tangan. Saat pos polisi terbakar, pejabat berpose. Saat rakyat teriak “adil,” pejabat malah meluncurkan jingle kosong.
Kalbar tidak butuh slogan emas 2045. Kalbar butuh pemimpin yang berani menatap mata rakyat hari ini. Karena apa arti 2045 kalau 2025 saja sudah membusuk?
Sejarah akan mencatat: para pejabat Pemprov Kalbar menonton film, sementara rakyatnya menonton api.
Tim : redaksi. (Red/Am)



.png)
Posting Komentar untuk "Nonton Film di Kursi Empuk, Rakyat Menangis di Jalan: Potret Elit Pemprov Kalbar yang Kehilangan Kepekaan"