Bantuan Ramai, Korban Menunggu: Tata Kelola Kebencanaan Perlu Evaluasi Serius


Bukittinggi — Masifnya bantuan yang mengalir setiap kali bencana alam terjadi tidak selalu berbanding lurus dengan terpenuhinya kebutuhan masyarakat terdampak. Fenomena ini menandakan adanya persoalan mendasar dalam tata kelola kebencanaan yang perlu segera dievaluasi secara serius.

Hal tersebut disampaikan Firdaus, M.K, Walinagari Bukik Batabuah sekaligus Ketua DPD KNPI Bukittinggi dan Presidium KAHMI Bukittinggi, menanggapi berbagai peristiwa kebencanaan yang belakangan terjadi.

Menurut Firdaus, pertanyaan publik “ke mana pemerintah?” kerap muncul bukan semata karena absennya negara, melainkan akibat sistem penanganan bencana yang belum berjalan secara terkoordinasi dan terukur.

“Dalam situasi darurat, kehadiran negara seharusnya terlihat melalui kepemimpinan yang jelas, satu komando yang tegas, serta pengelolaan bantuan yang berbasis kebutuhan korban,” ujarnya.

Ia menegaskan, penetapan status tanggap darurat merupakan kunci awal penanganan bencana. Status ini bukan hanya menentukan skala bencana—lokal, daerah, atau nasional—tetapi juga memastikan adanya satu garis komando yang mengoordinasikan pemerintah, relawan, dan masyarakat.

“Tanpa penetapan status dan komando yang jelas, penanganan bencana akan terfragmentasi dan berjalan sendiri-sendiri,” kata Firdaus.
Di lapangan, Firdaus menyoroti maraknya pendirian posko dan pembukaan open donasi tanpa pengawasan yang memadai. Niat baik masyarakat dan lembaga sosial memang patut diapresiasi, namun ketika posko berdiri tanpa koordinasi dengan posko utama, distribusi bantuan menjadi tidak merata.

“Sering terjadi, ada pihak yang mampu menghimpun donasi besar, sementara korban di titik-titik terdampak justru belum menerima bantuan dasar,” ungkapnya.

Ia menilai, persoalan utama dalam penanganan bencana bukan terletak pada kurangnya bantuan, melainkan lemahnya manajemen. Posko utama kerap hanya berfungsi sebagai pusat penerimaan dan penyaluran bantuan secara umum, tanpa kajian kebutuhan yang mendalam.

“Seharusnya data korban menjadi dasar perencanaan pemulihan. Setiap korban memiliki kebutuhan berbeda—bayi, lansia, penyandang disabilitas, hingga keluarga yang kehilangan mata pencaharian tidak bisa diperlakukan sama,” tegas Firdaus.

Tanpa tata kelola yang terintegrasi dan berbasis kebutuhan, bantuan hanya akan menjadi simbol solidaritas, bukan solusi pemulihan. Bahkan, kondisi ini berpotensi menimbulkan luka sosial baru akibat rasa ketidakadilan di tengah penderitaan korban.

“Bencana harus menjadi momentum memperkuat sistem. Negara dituntut hadir bukan hanya dalam jumlah bantuan, tetapi dalam kualitas pengelolaan dan keberpihakan pada korban,” tambahnya.

Rekomendasi Kebijakan

Firdaus menyampaikan sejumlah rekomendasi kebijakan untuk memperbaiki tata kelola kebencanaan ke depan. Pertama, pemerintah harus menetapkan status tanggap darurat secara cepat dan transparan, disertai penunjukan satu komando penanganan bencana yang memiliki kewenangan penuh.

Kedua, seluruh posko dan open donasi wajib berada dalam koordinasi posko utama melalui mekanisme registrasi resmi, guna mencegah tumpang tindih dan kebocoran bantuan.

Ketiga, posko utama harus bertransformasi menjadi pusat kendali kebutuhan korban, bukan sekadar pusat distribusi. Pendataan korban perlu diintegrasikan dengan pemetaan kebutuhan spesifik serta riwayat bantuan yang diterima.

Keempat, distribusi bantuan harus berbasis kategori kebutuhan, dengan prioritas pada kelompok rentan seperti bayi, lansia, penyandang disabilitas, dan keluarga kehilangan tempat tinggal.

Kelima, diperlukan sistem pelaporan dan transparansi publik yang dapat diakses secara berkala, agar masyarakat mengetahui alur bantuan, penggunaan donasi, serta capaian pemulihan.

“Dengan langkah-langkah ini, penanganan bencana tidak berhenti pada keramaian bantuan, tetapi benar-benar menghadirkan keadilan, ketertiban, dan pemulihan yang bermartabat bagi masyarakat terdampak,” tutup Firdaus.(Mtj)

Posting Komentar untuk "Bantuan Ramai, Korban Menunggu: Tata Kelola Kebencanaan Perlu Evaluasi Serius"

Ads :