Pasaman, jejakkriminal.net. 08 Agustus 2025 – Di tengah gelombang pujian yang membanjiri media sosial terhadap
Bidan Dona, tenaga kesehatan yang viral usai terekam berenang menyeberangi
Sungai Batang Pasaman demi mengobati pasien, muncul pertanyaan: Apakah kita
terlalu mudah terharu oleh sebuah tragedi yang seharusnya tidak terjadi?
Dalam video
yang menyebar luas, Dona terlihat mengenakan pelampung dan menggenggam erat tas
medis saat menyebrangi sungai yang deras, karena tidak adanya jembatan
penghubung ke sebuah jorong terisolasi.
Aksinya
spontan, namun di balik keberanian itu, publik mulai bertanya: mengapa di tahun
2025 masih ada tenaga medis yang harus mempertaruhkan nyawa, atau ada fakor tertentu??
karena infrastruktur yang abai. Ini pertanyaan
serius.
“Itu bukan
sekadar aksi heroik. Itu alarm keras soal kelalaian negara,” ujar Dodi Firman,
aktivis kesehatan masyarakat Sumatera Barat.
Apresiasi atau Pelarian?
Pemerintah
Daerah dengan sigap memberi sepeda motor dinas kepada Dona dan menyatakan
apresiasi atas “dedikasi luar biasa”, Wakil Gubernur pun tidak mau ketinggalan memberi
hadiah berupa tabungan- tapi, apakah hadiah itu cukup
menjawab krisis akses layanan kesehatan di pelosok?
Pengamat
kebijakan publik, Dr. Linda Rosmaniar, menyebutkan bahwa respons semacam itu
adalah gejala klasik dari sistem birokrasi yang reaktif, bukan preventif.
Kesimpulan: Kita Terlalu Mudah
Terharu
Dalam narasi
media sosial, Bidan Dona adalah pahlawan. Tapi dalam narasi pembangunan
nasional, ia adalah korban dari sistem yang gagal. Kita bertepuk tangan untuk
keberanian individu, padahal kita seharusnya berfikir sistemik dalam menyikapi
ini semua. (TL)


.png)
Posting Komentar untuk "Di Balik Heroisme Bidan Dona: Aksi Kemanusiaan Atau Simbol Gagalnya Infrastruktur?"