Gresik, 01-10-2025
Proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Desa Gedangkulut, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, kembali menyorot tajam kepemimpinan Kepala Desa Sahroni.
Dokumentasi lapangan tertanggal 30 September 2025 memperlihatkan indikasi kuat bahwa pekerjaan dilakukan tidak sesuai kaidah teknis konstruksi, mulai dari penggunaan paving bekas hingga galian dangkal tanpa lantai kerja, sebuah pelanggaran prinsip dasar dalam rekayasa sipil.
Secara visual dan teknis, pondasi TPT di proyek tersebut memperlihatkan campuran batu kali dan potongan paving yang disusun tanpa perbandingan mortar yang jelas.
Penggunaan paving block atau sisa beton sebagai material struktur utama merupakan bentuk manipulasi material, karena secara ilmiah paving tidak memiliki kuat tekan yang setara dengan batu kali. Batu kali alam memiliki kekuatan sekitar 100–150 MPa, sedangkan paving hanya 25–35 MPa. Selisih kekuatan ini menandakan paving tidak mampu menahan tekanan lateral tanah dan air, sehingga dinding akan kehilangan daya dukung jauh sebelum masa pakainya selesai.
Selain itu, dokumentasi memperlihatkan galian pondasi sangat dangkal, hanya berkisar 20–30 sentimeter dari permukaan tanah. Padahal menurut SNI 2836:2008 tentang Pasangan Batu serta SNI 03-1727-1989 tentang Beban Minimum untuk Struktur, kedalaman pondasi minimal harus mencapai 60–80 sentimeter atau hingga tanah keras. Pondasi dangkal seperti itu akan menyebabkan struktur mudah bergeser (sliding) atau bahkan miring (overturning) saat menerima tekanan air dan beban tanah di belakang dinding.
Fakta lain yang mencolok adalah tidak adanya lantai kerja (lean concrete) di dasar pondasi. Berdasarkan SNI 03-6861.1-2002, lantai kerja beton 1PC:3Ps setebal 5 sentimeter wajib disediakan untuk memastikan pondasi stabil dan adukan tidak bercampur dengan tanah. Ketiadaan elemen ini bukan hanya mengurangi kekuatan struktur, tetapi juga mempercepat kerusakan akibat kelembaban dan rembesan air.
Semua indikasi tersebut menunjukkan bahwa pekerjaan TPT di Gedangkulut tidak melalui pengawasan teknis yang layak, bahkan kuat diduga dilakukan secara serampangan. Dalam konteks tanggung jawab publik, Kepala Desa Sahroni tidak bisa menutup mata. Ia merupakan penanggung jawab utama atas seluruh kegiatan pembangunan desa, termasuk memastikan mutu pekerjaan sesuai spesifikasi teknis dan aturan kontruksi.
Dengan temuan seperti ini, integritas kepemimpinan Sahroni kini patut dipertanyakan. Bagaimana mungkin proyek yang mengatasnamakan pembangunan desa justru dikerjakan dengan material limbah dan metode yang menyalahi SNI? Apalagi dana yang digunakan bersumber dari keuangan publik, yang seharusnya dikelola secara akuntabel dan transparan.
Secara keilmuan forensik, pondasi seperti itu telah gagal sejak awal karena tidak memenuhi prinsip struktur berlapis stabil (stable layer foundation). Dalam kondisi curah hujan tinggi, tekanan hidrostatik dapat mengakibatkan keruntuhan dini dan berpotensi membahayakan warga sekitar.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Sahroni belum memberikan keterangan resmi. Namun temuan di lapangan cukup kuat untuk menegaskan bahwa proyek TPT Desa Gedangkulut mencerminkan lemahnya kontrol dan tanggung jawab kepala desa dalam memastikan kualitas pembangunan.
Dalam dunia konstruksi, kesalahan teknis mungkin bisa diperbaiki. Tapi ketika kesalahan itu lahir dari kelalaian kepemimpinan, maka yang retak bukan hanya tembok penahan tanah, melainkan juga kepercayaan publik terhadap pemimpinnya.red.



.png)
Posting Komentar untuk "Kepemimpinan Sahroni Dipertanyakan: Pembangunan TPT Desa Gedangkulut Diduga Sarat Penyimpangan Teknis"