Diduga Praktek Jual Beli LKS di SMKN 1 Ponorogo Buat Wali Murid Buat Nangis

 


Ponorogo,29-11-2025

Praktik bisnis tersembunyi mencoreng citra lembaga SMKN di Ponorogo, yang seharusnya menjadi pilar pendidikan yang didanai negara. Sebanyak tiga belas jenis buku LKS diperjual belikan kepada siswa dengan harga mencapai lebih dari Rp200 ribu. Ironisnya, buku-buku ini bukanlah buku resmi dari pemerintah, melainkan terbitan dari penerbit swasta seperti Airlangga dan Yudhistira. Proses pengadaannya pun tidak transparan, dan siswa tidak diberi pilihan untuk menolak.



Ketika dikonfirmasi, Sujono, M.Pd., selaku Ketua MKKS dari delapan lembaga SMKN yang saat ini juga menjabat sebagai kepala sekolah SMKN 1 Badegan Ponorogo, terkesan menghindar dan meremehkan masalah ini. Sikap ini mencerminkan ketidak pedulian dan ketidak siapan untuk bertanggung jawab atas dugaan pelanggaran yang terjadi.



Tindakan ini bukan hanya pelanggaran etika, tetapi juga pelanggaran hukum yang jelas. Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 Tahun 2010 Pasal 181 huruf a secara tegas melarang kepala sekolah dan guru untuk menjual buku kepada peserta didik. Lebih lanjut, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 8 Tahun 2016 menyatakan bahwa buku wajib yang digunakan di sekolah hanya boleh berasal dari pemerintah. Permendikbud No. 75 Tahun 2016 Pasal 10 juga mengatur bahwa pungutan di sekolah hanya boleh berupa sumbangan sukarela, bukan kewajiban terselubung yang membebani siswa dan orang tua.



Ketua MKKS dan seluruh pihak yang terlibat dalam praktik ini dapat dijerat dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU No. 20 Tahun 2001), yang mengatur tentang penyalahgunaan jabatan untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu. Ancaman hukumannya sangat serius: penjara minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun, dan denda hingga Rp1 miliar.



Praktik yang terjadi di lembaga SMKN 1 Badegan Ponorogo ini merupakan bentuk pemaksaan terselubung. Buku yang seharusnya tidak wajib, dipaksakan oleh sekolah. Orang tua dan siswa tidak diberi ruang untuk menolak, sehingga lembaga pendidikan negeri ini berubah menjadi arena “pasar gelap” yang merugikan.


Cabang Dinas Pendidikan Ponorogo tidak boleh menutup mata terhadap masalah ini. Jika praktik ini dibiarkan berlarut-larut, maka institusi tersebut turut bersalah karena membiarkan pelanggaran terjadi di bawah pengawasannya.


Anak-anak datang ke sekolah untuk belajar dan mengembangkan diri, bukan untuk dijadikan target pasar yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sekolah negeri seharusnya menjadi ruang aman dan nyaman bagi siswa, bukan ladang bisnis tersembunyi yang merugikan.red


Jika Ketua MKKS dan pihak tekait terus bungkam serta mengabaikan masalah ini, maka publik yang harus bersuara lantang untuk membela hak-hak siswa. Jika negara tidak bertindak tegas, maka masyarakat yang harus menuntut keadilan. Lembaga pendidikan adalah tempat untuk mencerdaskan anak bangsa, bukan untuk memperdagangkan jabatan atau memperalat siswa demi keuntungan pribadi atau golongan.

Posting Komentar untuk "Diduga Praktek Jual Beli LKS di SMKN 1 Ponorogo Buat Wali Murid Buat Nangis"

Ads :