Pontianak, 29 Desember 2025 – Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru), seruan untuk merayakan pergantian tahun secara sederhana, aman, dan berempati kembali mengemuka di Kalimantan Barat. Sejumlah tokoh masyarakat menilai, Nataru seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai pesta pergantian kalender, tetapi sebagai ruang refleksi bersama tentang cara hidup berdampingan di tengah masyarakat yang majemuk.
Panglima Besar DPP LPM Laskar Pemuda Melayu Kalimantan Barat, Hadi Firmansyah ( Adhi Black ) menegaskan bahwa kesederhanaan dalam merayakan Nataru adalah cerminan kedewasaan sosial. Menurutnya, perayaan yang tenang dan berkesadaran justru lebih bermakna dibanding euforia berlebihan yang kerap mengabaikan kenyamanan publik.
“Pergantian tahun adalah momentum untuk menata ulang cara kita bersikap. Merayakan boleh, bergembira wajar, tetapi empati dan ketertiban tidak boleh ditinggalkan,” ujar Hadi Firmansyah ( Adhi Black ) , Minggu (29/12/2025).
Ia menilai, kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang beragam menuntut kepekaan bersama. Di tengah realitas masih adanya warga yang berjuang memenuhi kebutuhan dasar, perayaan yang sederhana menjadi bentuk penghormatan dan solidaritas sosial yang nyata.
Lebih jauh, Hadi ( Adhi Black ) mengajak masyarakat mengisi momentum Nataru dengan kegiatan yang bernilai positif, seperti doa bersama, refleksi akhir tahun di lingkungan keluarga, hingga aksi sosial yang menyentuh masyarakat sekitar. Menurutnya, ketenangan dan kebersamaan justru menjadi fondasi kuat untuk menyongsong tahun yang baru.
Namun demikian, di ruang publik sering kali terlihat ironi yang berulang setiap akhir tahun. Pergantian kalender masih kerap dirayakan dengan kebisingan tanpa jeda, pesta hingga dini hari, dan euforia yang lupa batas. Kegembiraan segelintir orang tak jarang dibayar dengan terganggunya kenyamanan banyak pihak—anak-anak, lansia, hingga warga yang berharap malam pergantian tahun berlalu dengan tenang. Di titik inilah perayaan diuji: apakah ia menjadi ruang berbagi kebahagiaan, atau justru menegaskan abainya empati di ruang bersama.
Sejalan dengan itu, Hadi Firmansyah ( Adhi Black ) juga mengingatkan pentingnya menjaga keamanan dan ketertiban selama perayaan Nataru. Ia menekankan bahwa ruang publik adalah milik bersama, sehingga setiap bentuk perayaan harus tetap menghormati hak orang lain.
“Perayaan yang dewasa adalah perayaan yang tidak meninggalkan luka sosial. Kita bisa bergembira tanpa mengganggu, merayakan tanpa melukai,” tegasnya.
Pemerintah daerah Kalimantan Barat sebelumnya juga mengimbau masyarakat untuk menyambut Nataru dengan kegiatan yang positif, tidak berlebihan, serta menjunjung tinggi toleransi antarumat beragama. Aparat keamanan pun disiagakan untuk memastikan perayaan berlangsung aman dan kondusif di berbagai titik keramaian.
Imbauan tersebut mendapat respons positif dari berbagai lapisan masyarakat. Sejumlah warga menilai, perayaan Nataru yang sederhana justru menciptakan suasana lebih hangat, tenang, dan bermakna, sekaligus memperkuat rasa saling menghormati di tengah keberagaman.
Momentum Nataru di ujung tahun ini pun diharapkan menjadi pengingat bersama bahwa pergantian waktu bukan semata soal kembang api dan hitung mundur, melainkan tentang bagaimana empati, kesadaran, dan kedewasaan publik terus dirawat dalam kehidupan sehari-hari.
Tim Liputan. (Red/Am)



.png)
Posting Komentar untuk " Nataru di Ujung Tahun: Refleksi Sunyi tentang Perayaan, Empati, dan Hidup Bersama"